Beranda | Artikel
Mengisi Hati dengan Keimanan
Rabu, 28 Februari 2024

Bersama Pemateri :
Syaikh Abdurrazzaq bin Abdil Muhsin Al-Badr

Mengisi Hati dengan Keimanan adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Hadits-Hadits Perbaikan Hati. Pembahasan ini disampaikan oleh Syaikh Prof. Dr. ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdil Muhsin Al-‘Abbad Al-Badr pada Senin, 16 Sya’ban 1445 H / 26 Februari 2024 M.

Kajian Islam Ilmiah Tentang Mengisi Hati dengan Keimanan

يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ، وَلَمْ يَدْخُلِ الْإِيمَانُ قَلْبَهُ: لَا تَغْتَابُوا الْمُسْلِمِينَ، وَلَا تَتَّبِعُوا عَوْرَاتِهِمْ، فَإِنَّهُ مَنِ اتَّبَعَ عَوْرَاتِهِمْ يَتَّبِع اللَّهُ عَوْرَتَهُ، وَمَنْ يَتَّبِعِ اللَّهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ فِي بَيْتِهِ

“Wahai orang-orang yang mengaku beriman dengan lisannya, tapi iman itu belum masuk ke dalam hatinya, janganlah kalian mengghibah kaum muslimin, janganlah kalian mencari-cari kekurangan-kekurangan mereka, karena barang siapa yang mencari kekurangan-kekurangan kaum muslimin, maka Allah akan mencari kekurangannya. Dan barangsiapa yang dicari oleh Allah auratnya dan kekurangannya, maka Allah akan membuka aibnya, meskipun dia berada di rumahnya.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud).

Sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Dan iman belum masuk ke dalam hatinya,” ini semakna dengan firman Allah ‘Azza wa Jalla,

 قَالَتِ الْأَعْرَابُ آمَنَّا ۖ قُل لَّمْ تُؤْمِنُوا وَلَٰكِن قُولُوا أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ الْإِيمَانُ فِي قُلُوبِكُمْ ۖ وَإِن تُطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ لَا يَلِتْكُم مِّنْ أَعْمَالِكُمْ شَيْئًا ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

“Orang-orang Arab Badui mengatakan, ‘Kami telah beriman.’ Katakanlah, ‘Kalian belum beriman, akan tetapi katakanlah: ‘Saya sudah masuk Islam.’ Dan iman itu belum masuk ke dalam hati-hati kalian. Dan jika kalian taat kepada Allah dan RasulNya, maka tidak akan terkurangi sedikit pun dari pahala amalan kalian. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat[49]: 14)

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan RasulNya; kemudian mereka tidak ragu sedikit pun, dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah; mereka adalah orang-orang yang jujur.” (QS. Al-Hujurat[49]: 15)

Ayat ini turun kepada sekelompok Arab Badui yang mengaku telah sampai kepada tingkatan keimanan, padahal belum mereka capai. Mereka diberi pelajaran dan diberi kabar bahwa mereka belum sampai kepada tingkatan iman. Allah mengatakan, “Katakanlah kalian belum sampai ke derajat keimanan, tapi cukup kalian mengatakan: ‘Kami telah masuk ke dalam Islam,’ dan iman belum masuk ke dalam hati kalian.” Maksudnya adalah kalian belum sampai kepada hakikat keimanan dan belum kuat keimanan tersebut di hati-hati kalian. Karena lafadz Lamma (لَمَّا) artinya menafikan sesuatu yang sudah dekat terjadi dan kebanyakan akan terjadi.

Maka yang dimaksud dengan ayat tadi, bahwa iman itu akan masuk ke dalam hati mereka sebentar lagi. Karena orang yang masuk dalam agama Islam, tidak langsung iman masuk ke dalam hatinya, tapi akan masuk secara bertahap. Hal ini seperti orang yang masuk ke dalam agama Islam karena keinginan dunia, tapi tidak lama kemudian Islam itu lebih dia cintai daripada dunia dan seluruh isinya. Sama halnya dengan orang yang masuk ke dalam perkara ilmu dan belajar agama karena menginginkan harta atau kedudukan, tapi ketika dia merasakan manisnya ilmu dan iman, maka ia menyadari bahwa ilmu dan iman itu lebih dia cintai daripada dunia dan seluruh isinya.

Maka kebanyakan orang yang masuk Islam karena motivasi tertentu atau karena takut dengan hal tertentu, iman itu kemudian masuk ke dalam hati mereka setelah mereka masuk ke dalam Islam.

Dan banyak dari kaum muslimin yang melakukan amalan-amalan Islam yang tampak seperti shalat, puasa, haji dan bersedekah, akan tetapi hakikat keimanan batin yang ada di dalam dirinya belum kuat dan belum menancap dalam hatinya. Maka orang demikian dianggap muslim, akan tetapi dia belum sampai kepada derajat iman. Karena derajat iman adalah kedudukan tinggi yang tidak sampai kepadanya kecuali orang yang benar-benar menancap iman dalam hatinya.

Dari sahabat Sa’ad bin Abi Waqqas Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah memberikan harta kepada beberapa orang, dan aku duduk bersama mereka. Beliau mengatakan, “Dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak memberikan satu orang, padahal dia adalah orang yang paling aku kagumi.” Maka aku mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan membisikinya, bertanya, “Kenapa engkau tidak memberi fulan? Demi Allah, aku melihat dia adalah seorang yang beriman.” Maka Nabi menimpali, “Atau muslim.” Maka aku pun terdiam. Kemudian perasaanku mengalahkanku sehingga aku bertanya lagi kepada Rasulullah, “Kenapa engkau tidak memberikan fulan? Sungguh aku melihat bahwasanya orang yang beriman.” Nabi mengatakan, “Atau orang Islam.” Kemudian aku terdiam dan aku ulangi lagi pertanyaan yang sama kepada Rasulullah, “Rasulullah, kenapa engkau tidak memberi fulan, dan aku melihat dia adalah seorang yang beriman.” Nabi tetap mengatakan, “Atau orang Islam.” Kemudian beliau mengatakan,

 إنِّي لأُعْطِي الرَّجُلَ وغَيْرُهُ أحَبُّ إلَيَّ منه، خَشْيَةَ أنْ يُكَبَّ في النَّارِ علَى وجْهِهِ

“Sesungguhnya aku memberi seseorang sesuatu, padahal selainnya lebih aku cintai, karena aku takut dia dilemparkan ke neraka di atas wajahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dalam hadits ini, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberi peringatan أوْ مُسْلِمًا (atau dia orang Islam). Ini menunjukkan bahwa tingkatan Islam yang diberikan kepada seseorang yaitu yang dzahirnya nampak baik, dan tidak diberikan predikat iman, karena hal itu dibangun di atas pengetahuan seorang hamba apa yang ada di dalam batinnya. Dan keshalihan batin itulah yang menyebabkan kebaikan dzahir seseorang, dan ini tidak diketahui oleh manusia. Maka, Allah Ta’ala mengatakan,

…فَلَا تُزَكُّوا أَنفُسَكُمْ ۖ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَىٰ

“Janganlah kalian mensucikan diri kalian, karena Dialah yang lebih tahu siapa yang bertakwa.” (QS. An-Najm[53]: 32)

Yang dimaksud dengan tazkiyah yang dilarang di sini adalah seseorang mengaku beriman, mengaku suci, dan meyakini hal tersebut, padahal itu hanya diketahui oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena Dialah yang mengetahui hakikat segala sesuatu dan apa yang tersembunyi di dalam dada-dada manusia. Makanya Allah mengatakan, “Dialah yang lebih mengetahui siapa yang bertakwa.”

Juga firman Allah,

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يُزَكُّونَ أَنفُسَهُم ۚ بَلِ اللَّهُ يُزَكِّي مَن يَشَاءُ وَلَا يُظْلَمُونَ فَتِيلًا

“Tidakkah kalian melihat orang-orang yang mensucikan diri mereka sendiri? Sesungguhnya Allah yang mensucikan siapa yang Allah kehendaki, dan mereka tidak didzalimi sedikit pun.” (QS. An-Nisa`[4]: 49)

Kemudian, iman apabila masuk ke dalam hati dan kuat di dalam hati tersebut, maka iman itu akan menghalangi seseorang dari perbuatan maksiat dan mencegahnya dari perbuatan dosa. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan dalam hadits yang tadi, “Wahai orang-orang yang mengaku beriman dengan lisannya akan tapi iman belum masuk ke dalam hatinya, janganlah kalian mengghibah kaum muslimin dan jangan mencari-cari aurat dan aib mereka.” Di sini ada peringatan bahwasanya mengghibahi kaum muslimin, mencari-cari kesalahan-kesalahan mereka, mencari-cari aurat mereka adalah tanda kurangnya iman di dalam hati dan lemahnya iman tersebut. Karena apabila iman itu kuat di dalam hati, maka akan dipenuhi dengan kebaikan dan akan terhalangi seorang dari perbuatan-perbuatan dosa tersebut. Maka iman yang benar di dalam hati adalah pencegah terbesar dan penghalang terkuat bagi seseorang dari terjatuh kepada perbuatan dosa dan yang menghalanginya dari perbuatan maksiat.

Maka kebutuhan seorang hamba untuk mempelajari pokok-pokok keimanan dan mengambil sebab-sebab yang memudahkan dia untuk iman itu sampai kepada hatinya sangat penting. Dia wajib berusaha bersungguh-sungguh mempelajari hakikat-hakikat iman secara batin, di antaranya yang terkait dengan nama-nama Allah dan sifat-sifatNya, juga tentang iman kepada para malaikat, para nabi, para rasul, juga iman kepada takdir, dan selainnya dari pokok-pokok keimanan. Juga, berusaha untuk mengambil sebab-sebab yang mendatangkan keimanan tadi.

Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download dan simak mp3 yang penuh manfaat ini.

Downlod MP3 Ceramah Agama Tentang Mengisi Hati dengan Keimanan


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/53957-mengisi-hati-dengan-keimanan/